Ya Allah Izinkan Aku untuk beribadah di Tanah Suci... Aamiin

Senin, 02 Juli 2012

Umair bin Wahab


“Sungguh Umair telah menjadi seseorang yang lebih aku cintai dari sebagian anak-anakku”
(Umar bin al-Khattab)

          Umair bin Wahab al-Jumahi pulang dari Badar dengan selamat, namun dia meninggalkan anaknya di belakangnya sebagai tawanan di tangan kaum muslimin.
          Umair khawatir kaum muslimin akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap anaknya atas dosa-dosa bapaknya, menyiksanya dengan siksaan terburuk sebagai balasan atas penderitaan yang telah dia timpakan kepada Rasulullah Saw dan sebagai hukuman atas siksaan yang telah dia timpakan kepada para shahabatnya.
          Di suatu pagi, Umair menuju masjid untuk Thawaf di Ka’bah dan memohon keberkahan kepada berhala-berhalanya, dia melihat Shafwan bin Umayyah yang sedang duduk di sisi Hijr, dia berjalan kepadanya dan mengucapkan, “Im shabahan. Wahai sayid Quraisy.”
          Shafwan berkata, “Im shabahan wahai Abu Wahab. Duduklah, kita berbicara sebentar, kita menghabiskan waktu dengan berbicara.”
          Umair pun duduk di depan Shafwan bin Umayyah, dua laki-laki ini mulai berbicara mengenang Badar, mengenang musibah yang besar, menghitung tawanan-tawanan yang jatuh di tangan Muhammad dan para shahabatnya, berduka cita atas kematian para pemuka Quraisy diujung pedang kaum muslimin dan dilemparkannnya jasad mereka ke dasar sumurdi Badar. Maka Shafwan menarik nafas sedih seraya berkata, “Demi Allah, tidak ada kebaikan dalam hidup ini sesudah mereka.”
          Umair berkata, “Kamu benar, demi Allah.” Kemudian Umair diam sesaat lalu dia melanjutkan, “Demi Rabb Ka’bah, kalau aku tidak memikul hutang yang saat ini aku tidak milikisesuatu yang bisa aku gunakan untuk melunasinya dan keluarga di mana aku khawatir mereka akan terlunta-lunta sesudahku niscaya aku akan pergi kepada Muhammad dan membunuhnya, aku akan menghabisi perkaranya dan mengakhiri keburukannya.”
          Umair melanjutkan dengan suara pelan, “Keberadaan anakku Wahab di antara mereka membuat kehadiranku ke Yastrib tidal menimbulkan kecurigaan kepada mereka.”
          Shafwan bin Umayyah memanfaatkan ucapan Umair bin Wahab, dia tidak ingin melepaskan peluang ini begitu saja,maka dia berkata, “Wahai Umair, biarkan aku yang memikul seluruh hutang-hutangmu, aku akan melunasinya sebesar apapun, Dan keluargamu, maka aku akan menanggung kehidupan mereka bersama dengan keluargaku selama aku dengan mereka masih hidup. Hartaku melimpah, cukup untuk membiayai mereka dan membuat mereka hidup makmur.”
          Umair berkata, “Kalau begitu simpanlah perbicaraan kita ini, jangan katakan kepada siapapun.”
          Maka Shafwan berkata, “Aku menjaminnya untukmu.”
          Umair meninggalkan masjid sementara api kebencian bergolak didadanya terhadap Muhammad, dia langsung menyiapkan segala perlengkapannya untuk melaksanakan tekadnya, dia tidak perlu khawatir dicurigai oleh seseorang dalam perjalanannya karena dia termasuk orang-orang Quraisy yang masih mempunyai urusan dengan kaum muslimin terkait dengan tawanan perang Badar, mereka hilir mudik ke Madinah untuk membebaskan tawanan mereka.
          Umair mengasah pedangnya setajam mungkin dan menaburkan racun padanya.
          Umair menyiapkan kendaraannya, dan naik ke atas punggungnya.
           Dia bergerak menuju Madinah dengan niat buruk dan tekad jahat memenuhi sesuatu di dalam jubahnya.
          Umair tiba di Madinah, dia menuju Masjid hendak menemui Rasulullah Saw, setibanya dia dekat pintu Masjid, dia menderumkan untanya dan turun dari punggungnya.
          Umar bin al-Khattab pada saat itu sedang duduk bersama sebagian shahabat di dekat pintu masjid, mereka membicarakan Badar dan apa yang dibawa olehnya berupa tawanan perang dari orang-orang Quraisy dan korban mereka, mereka mengenang kepahlawanan-kepahlawanan kaum muslimin dari kalangan orang-orang Muhajirin dan Anshar, mereka membicarakan kemenangan yang Allah Swt anugerahkan kepada mereka, kekalahan dan kehinaan yang Allah Swt timpakan kepada musuh mereka.
          Tiba-tiba Umar Ra menoleh, dia melihat Umair bin Wahab turun dari punggung kendaraannya dan berjalan menuju masjid dengan menenteng pedangnya, maka Umar Ra bangkit dengan persaan cemas, dia berkata, “Anjing, musuh Allah Umair bin Wahab. Demi Allah, dia tidak datang kecuali bermaksud jahat. Dia telah mempengaruhi orang-orang musyrikin di Makkah untuk memusuhi kami dan dia adalah mata-mata mereka atas kami sebelum terjadi perang Badar.”
          Kemudian Umar Ra berkata kepada rekan-rekannya, “Pergilah kalian kepada Rasulullah Saw, tetaplah kalian di samping beliau, berhati-hatilah terhadap kelicikan orang busuk itu.”
          Kemudian Umar Ra bergegas menuju Nabi Saw dan dia berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, ini musuh Allah Umair bin Wahab telah datang dengan menghunus pedangnya, menurutku dia tidak datang kecuali dengan maksud jahat.”
          Maka Nabi Saw bersabda, “Bawa dia masuk kepadaku.”
          Maka al-Faruq membawa Umair bin Wahab kepada Nabi Saw dengan mencengkeram kerah bajunya dan mengalungkan tali pedangnya di lehernya.
          Ketika Nabi Saw melihat dalam kondisi demikian, beliau bersabda kepada Umar, “Lepaskan dia wahai Umar.” Maka Umar melepaskannya. Kemudian beliau bersabda kepada Umar, “Mundurlah dariku”.Maka Umar mundur. Kemudian Rasulullah Saw menghampiri Umair bin Wahab dan beliau bersabda, “Mendekatlah wahai Umair.” Umair berkata, “An’im shabahan.” Ini adalah ucapan salam jahiliah.
          Maka Rasulullah Saw bersabda:
“Allah telah memuliakan kami dengan sebuah penghormatan yang lebih Umair. Allah baik dari ucapanmu itu wahai telah memuliakan kami dengan salam, ia adalah penghormatan untuk penduduk surga.”
          Maka Umair berkata, “ Demi Allah, engkau sendiri tidak asing dengan penghormatan kami dan engkau belum lama meninggalkannya.”
          Maka Rasulullah Saw bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu datang wahai Umair?”
          Umair menjawab, “Aku datang dengan membawa harapan engkau berkenan melepaskan tawanan yang ada di tanganmu, berbuat baiklah demi aku.”
          Rasulullah Saw bertanya, “Lalu mengapa pedang itu ada di pundakmu?”
          Umair menjawab, “Pedang yang buruk dan tidak berguna apapun bagi kami di perang Badar.”
          Rasulullah Saw mencecarnya, “Katakan kepadaku dengan jujur, apa yang membuatmu datang kepadaku?”
          Umair menjawab, “Aku tidak datang kecuali untuk itu.”
          Rasulullah Saw bersabda, “Tidak demikian, akan tetapi kamu duduk bersama Shafwan bin Umayyah di Hijir, lalu kalian berdua mengenang orang-orang Quraisy yang dilemparkan ke sumur Badar. Kamu berkata, “Kalau bukan karena Hutang yang aku pikul dan keluarga yang aku tanggung niscaya aku akan berangkat menemui Muhammad untuk membunuhnya.”Lalu Shafwan bin Umayyah memikul hutangmu dan menjamin kehidupan keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah Ta’ala menghalangimu untuk melakukan hal itu.”
          Umair terhenyak ssesaat, kemudian dia berkata, “Aki bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.”
         Kemudian dia buru-buru menambahkan, “Ya Rasulullah, dulu kami mendustakanmu dengan tidak mempercayai berita langit yang engkau bawa dan wahyu yang turun kepadamu, akan tetapi ceritaku dengan Shafwan bin Umayyah hanya diketahui oleh kami berdua. Demi Allah, sungguh aku yakin bahwa yang menyampaikannya kepadamu hanyalah Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menggiringku kepadamu sehingga Dia membimbingku kepada Islam.”
          Kemudian Umair bersaksi bahwa tidak ada Illah yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dia masuk Islam.
           Maka Rasulullah Saw bersabda kepada para Shahabat, “Jadikanlah saudara kalian paham  dalam agamanya dan ajarilah al-Qur’an serta bebaskanlah tawanannya.”
          Kaum muslimin berbahagia dengan masuknya Umair bin Wahab ke dalam Islam, sampai-sampai Umar bin al-Khattab berkata, “Seekor babi lebih aku cintai daripada Umair bin Wahab ketika dia datang kepada Nabi saw, namun sekarang dia lebih aku cintai daripada sebagian anakku sendiri.”
          Umair terus menyucikan dirinya dengan ajaran-ajaran Islam, mengisi hatinya dengan al-Qur’an, menghidupkan hari-hari kehidupannya yang paling mengagumkan dan paling sarat kebaikan, hal ini membuatnya melupakan Makkah dan siapa yang tinggal disana.
          Shafwan bin Umayyah menunggu dan menunggu, penantiannya berjalan lama, akhirnya kecemasan mulai menggelayuti benaknya sedikit demi sedikit, sampai dia seperti berguling-guling di atas bara api yang paling panas, dia mulai bertanya-tanya kepadda para rombongan musafir yang lewat tentang Umair bin Wahab,namun dia tidak menemukan jawaban yang memuaskan.
          Sampai datanglah seorang musafir yang berkata kepadanya, “Umair telah masuk Islam.”
          Berita yang terdengar ditelinga Shafwan bak halilintar yang menyambar di siang hari, karena sebelumnya dia yakin bahwa Umair tidak akan masuk Islam sekalipun seluruh penduduk bumi masuk Islam.
          Umair bin Wahab terus mendalami agamanya, menghafal kalam Allah yang bisa dia hafal, sehingga dia datang kepada Nabi Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, aku telah melewati suatu Zaman, selama itu aku selalu berusaha untuk memadamkan cahaya Allah, kerap menimpakan gangguan keras terhadap orang-orang yang masuk ke dalam agama Allah, aku ingin engkau memberi izin kepadaku untuk pergi ke Makkah untuk mengajak orang Quraisy kepada Allah dan Rasulnya, jika mereka menerimanya dariku maka apa yang mereka lakukan adalah sebaik-baik perbuatan, namun jika mereka berpaling maka aku akan melakukan terhadap mereka seperti dulu aku melakukan terhadap orang-orang yang masuk Islam.”
          Rasulullah Saw mengizinkan, maka Umair datang ke Makkah, dia datang ke rumah Shafwan dan berkata, “Wahai Shafwan, sesungguhnya kamu adalah salah seorang pembesar Makkah, salah seorang Quraisy yang berakal, apakah menurutmu apa yang kalian yakini selama ini, yaitu menyembah batu dan menyembelih untuknya benar dalam akal sehingga ia patut dijadikan sebagai agama? Aku telah bersaksi bahwa tiada Ilah yang Haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
          Kemudian Umair terus berdakwah kepada Allah di Makkah sehingga banyak orang Makkah masuk Islam atas ajarannya.
          Semoga Alla memberikan pahala besar kepada Umair bin Wahab dan meliputi kuburnya dengan cahaya.

0 komentar:

Posting Komentar