Khalid bin zaid al-Anshari
“Dikubur dibawah
dinding Konstantinopel.”
Shahabat yang mulia ini bernama Khalid bin Zaid bin
khubaib dari Bani an-Najjar. Adapun kun-yahnya maka dia adalah Abu Ayyub dengan
penisbatan kepada Anshar.
Siapa diantara kita kaum muslimin
yang tidak mengenal Abu Ayyub al-Anshari?
Allah telah meninggikan namanya di
timur dan di barat, mengangkat kedudukannya di antara kaum muslimin ketika
Allah Swt memilih rumahnya di antara rumah-rumah kaum muslimin seluruhnya sebagai tempat tinggal Nabi
Saw yang mulia manakala beliau tiba di
Madinah sebagai muhajir. Cukuplah hal itu sebagai sebuah kebanggaan.
Dipilihnya oleh Rasulullah Saw rumah
Abu Ayyub mempunyai kisah yang manis untuk dikenang dan nikmat untuk diulang.
Ketika Nabi Saw tiba di Madinah, hati
penduduknya menyambut beliau dengan penuh suka cita dan kemuliaan yang belum
pernah diberika kepada pendatang.
Mata mereka berbinar-binar,
memancarkan cinta orang yang mencintai kepada kekasihnya.
Mereka membuka hati untuk beliau agar
pribadi beliau bersemayam di dalam lubuk hati yang paling dalam.
Mereka membuka pintu rumah-rumah
mereka dengan harapan beliau berkenan tinggal dan mendapatkan perlakuan paling
mulia.
Rasulullah Saw singgah di Quba di
pinggir Madinah selama empat belas hari, selama itu beliau membangun masjid
pertama yang didirikan atas ketakwaan.
Kemudian beliau meninggalkannya
dengan mengendarai unta beliau, para pemuka Yastrib pun berdiri di jalannya,
setiap orang ingin meraih kemuliaan, ingin agar rumah mereka disinggahi
Rasulullah Saw.
Mereka berdiri di depan unta Nabi
Saw, satu per satu , mereka berkata, “Tinggallah bersama kami wahai Rasulullah,
kami mempunyai kekuatan orang, kekuatan senjata dan kesanggupan untuk
melindungimu.”
Maka Nabi Saw bersabda kepada mereka,
“Biarkanlah unta ini berjalan karena dia mengikuti perintah.”
Unta Nabi Saw terus berjalan menuju
tujuan akhirnya, mata orang banyak mengikutinya, hati mereka mengelilinginya.
Setiap unta itu melewati sebuah rumah, pemiliknya pasti bersedih,
penghuninya merasa kehilangan sesuatu, sementara pemilik rumah berikutnya
berharap dengan cemas.
Unta pun terus berjalan demikian,
orang banyak berjalan mengikutinya, mereka sangat berkeinginan untuk mengetahui
siapa gerangan yang berbahagia meraih karunia besar, sampai unta itu tiba di
sebuah halaman kosong di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari dan menderum di sana.
Namun Rasulullah Saw tidak turun
darinya.
Tidak lama berselang, tiba-tiba unta
itu bangkit dan berjalan sementara
Rasulullah Saw melepas tali kekangnya. Namun setelah itu ia kembali ke tempat
semula dan dia menderum lagi di sana.
Pada saat itu kebahagiaan memayungi
hati Abu Ayyub al- Anshari, dia bergegas
mendekat kepada Rasulullah Saw untuk menyambutnya, membawa perlengkapan beliau
di depannya, seolah-olah dia membawa harta perbendaraan seluruhnya dan
membawanya ke dalam rumahnya.
Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua
lantai. Abu Ayyub mengosongkan bagian atas dari semua keperluan pribadinya dan
keperluan isterinya agar Rasulullah Saw tinggal di sana.
Namun Rasulullah Saw lebih memilih
tinggal di bawah, maka Abu Ayyub menuruti kemauan Nabi Saw dan membiarkan
beliau sesukanya.
Malam pun tiba, Rasulullah Saw beranjak
ke tempat tidur beliau, Abu Ayyub dan isterinya naik ke lantai atas, begitu Abu
Ayyub menutup pintu, dia menoleh kepada istrinya dan berkata, “Celaka kita, apa
yang kita lakukan? Pantaskah Rasulullah Saw di bawah sedangkan kita di atas?
Apakah kita patut berjalan di atas Rasulullah Saw? Apakh kita berada di antara
Nabi Saw dengan Wahyu? Kalau begini niscaya kita binasa.”
Suami isteri itu terdiam kebingugan,
keduanya tak tahu harus berbuat apa.
Keduanya bisa sedikit lega manakala
keduanya menepi ke sisi lain di mana Rasulullah Saw tidak berada di bawahnya,
mereka berdua tetap di tempat itu tidak meninggalkannya kecuali dalam keadaan
berjalan di pinggir menjahui bagian
tengah.
Pagi tiba Abu Ayyub berkata kepada
Nabi Saw, “Demi Allah ya Rasulullah, semalam kami tidak bisa tidur, tidak saya
dan tidak pula Ummu Ayyub.”
Nabi Saw pun bertanya, “Kenapa?”
Abu Ayyub berkata, “Aku teringat bahwa aku berada di
atas rumah di mana engkau berada di bawahnya, jika aku bergerak maka debu-debu
akan berhamburan menimpamu, di samping itu aku berada di antara dirimu dengan
wahyu.”
Maka Nabi Saw bersabda, “Jangan pikirkan wahai Abu Ayyub, lebih muda
bagiku kalau aku di bawah, karena banyak orang-orang yang hendak menemuiku.”
Abu Ayyub berkata, aku menuruti
perintah Rasulullah Saw, namu disuatu malam yang dingin, sebuah gentong air kami
pecah, air berceceran di lantai atas, maka aku dan Ummu Ayyub mengambil
selembar kain yang selama ini kami gunakan sebagai selimut, kami tidak memiliki
selainnya, kami berusaha mengelap dan mengeringkan air dengan kain itu, kami
khawatir ia akan menetes kepada Rasulullah Saw.
Di pagi hari aku menemui Rasulullah
Saw dan aku berkata kepada beliau, “Aku korbankan bapak dan ibukku demi dirimu
ya Rasulullah, aku tetap tidak suka berada di atasmu dan engkau berada di
bawahku.”
Kemudian aku menceritakan berita
gentong yang pecah, maka beliau menyanggupi dan beiau naik ke atas, aku dan
Ummu Ayyub turun ke bawah.
Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayyub
selama kurang lebih tujuh bulan sampaim rampungnya pembangunan masjid di tanah
kosong di mana unta Nabi Saw berhenti di sana. Beliau pindah ke kamar-kamarn
yang di bangun di sekitar masjid untuk beliau dan ister-isteri beliau, Nabi Saw
tetap menjadi tetangga bagi Abu Ayyub. Dua orang mulia yang saling bertetangga.
Abu Ayyub menyintai Rasulullah Saw
sepenuh cinta yang telah meresap ke dalam akal dan hatinya.Rasulullah Saw juga
menyintai Abu Ayyub dengan cinta yang mengangkat sekat di antara beliau
dengannya sehingga beliau melihat keluarga Abu Ayyub seperti keluarganya
sendiri.
Ibnu Abbas berkisah, dia berkata,
Abu Bakar keluarke Masjid di suatu
siang, Umar melihatnya, dia berkata, “Wahai Abu Bakar, apa yang membuatmu
keluar di saat-saat seperti ini?”
Abu Bakar menjawab, “Yang membuatku
keluar tidak lain kecuali rasa lapar yang melilit perutku.”
Umar berkata, “Sama dengan diriku,
aku juga tidak keluar kecuali karena rasa lapar yang berat.”
Ketika keduanya dalam keadaan
demikian, Nabi Saw keluar dan bertemu dengan mereka berdua, Nabi Saw bertanya,
“Apa yang membuat kalian keluar di saat-saat seperti ini?”
Keduanya menjawab, “Demi Allah, yang
membuat kami keluar tidak lain kecuali rasa lapar berat yang mendera perut
kami.”
Maka Nabi Saw bersabda, “Aku demi
dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak keluar kecuali karena itu pula.
Bangkitlah bersamaku.”
Maka mereka berangkat dan mendatangi
Abu Ayyub al-Ansahri. Abu Ayyu sendiri selalu menyimpan makanan untuk
Rasulullah Saw. Jika Rasulullah Saw tidak datang kepadanya maka dia akan
memberikannya kepada keluarganya.
Manakala mereka medekati pintu, Ummu
Ayyub menyambut mereka. Dia berkata, “Selamat datang kepada Nabi Saw dan
orang-orang yang bersamanya.”
Maka Nabi Saw bertanya, “Di mana
Abu Ayyub?”
Abu Ayyub yang sedang bekerja di kebun yang tidak jauh
dari rumah mendengar suara Rasulullah Saw, maka dia bergegas datang dan
berkata, “Selamat datang kepada Rasulullah Saw dan orang-orang yang
bersamanya.” Kemudian Abu Ayyub menambahkan,
Wahai Nabiyullah, ini bukan waktu di
mana engkau biasa datang.”
Nabi Saw menjawab, “Kamu benar.”
Lalu Abu Ayyub pergi ke sebuah pohon kurma dan
memotong salah satu janjang yang berisikan kurma segar, yang sudah matang dan
kurma setengah matang (yang sudah enak dimakan).
Nabi Saw bersabda, “Aku tidak
ingin kamu memotongnya, mengapa kamu tidak memetik buahnya saja.”
Abu Ayyub menjawab, “Ya Rasulullah, aku ingin engkau
memakan buahnya, kurma segar yang sudah matang dan kurma setengah matang (yang
sudah enak dimakan). Aku juga akan menyembelih kambing untukmu.”
Nabi Saw bersabda, “Jangan
menyembelih hewan perahan.”
Maka Abu Ayyub pun menyembelih kambing muda dan dia
berkata kepada istrinya, “Buatlah adonan dan roti untuk tamu kita. Kamu lebih
tahu bagaimana membuatnya”. Abu Ayyub sendiri mengambil setengah dari kambing
yang disembelihnya untuk kemudian memasaknya dan setengahnya lagi dia panggang.
Manakala makanan sudah matang, dihidangkan di hadapan Nabi Saw dan kedua
shahabatnya. Nabi Saw mengambil sepotong daging dan meletakkannya di atas
sepotong roti, beliau bersabda, “Wahai Abu Ayyub, berikanlah ini dengan
segera kepada Fatimah, karena dia tidak pernah makan seperti ini beberapa hari
lamanya.”
Lalu mereka makan sampai kenyang. Nabi Saw bersabda, “Roti,
daging,kurma, kurma segar dan kurma setengah matang.”
Tiba-tiba ledua mata Nabi Saw
meneteskan air mata, kemudian beliau bersabda:
“Demi
dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah kenikmatan dimana
kalian akan ditanya tentangnya di hari Kiamat. Jika kalian mendapatkan seperti
ini lalu kalian hendak menyantapnya maka ucapkanlah, “Dengan nama Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Jika kalian sudah kenyang maka ucapkanlah,
“Segala puji bagi Allah yang telah membuat kami kenyang dan memberikan nikmat
dengan berlimpah.”
Kemudian Nabi Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayyub
, “Datanglah kepada kami besok.”
Nabi Saw tidak pernah diberi sebuah kebaikan oleh seseorang
kecuali beliau ingin membalasnya. Namun Abu Ayyub tidak mendengar sabda Nabi
Saw tersebut, maka Umar berkata kepadanya, “Nabi Saw memintamu untuk hadir
kepada beliau besok wahai Abu Ayyub.”
Maka Abu Ayyub berkata, “Aku
mendengar dan menaati undangan Rasulullah Saw.
Besoknya Abu Ayyub datang kepada Nabi
Saw, maka Nabi Saw memberinya seorang hamba sahaya kecila yang biasa membantu
beliau. Nabi Saw bersabda kepadanya, “Berbaik-baiklah kepadanya wahai Abu
Ayyub, kami tidak melihat darinya kecuali kebaikan selama dia bersama kami.”
Abu Ayyub pulang ke rumah dengan membawa seorang hamba
sahaya. Manakala Ummu Ayyub melihatnya dia bertanya, “Milik siapa dia wahai Abu
Ayyu?”
Abu Ayyub menjawab, “Milik kita,
hadiah dari Rasulullah Saw kepada kita.”
Isterinya berkata, “Hadiah yang
sangat berharga dan pemberian yang sangat mulia.
Abu Ayyub berkata, “Nabi Saw
memintaku untuk berbuat baik kepadanya.”
Ummu Ayyub bertanya, “Apa yang akan
kamu lakukan sehingga kamu bisa melaksanakan permintaan Nabi Saw tersebut?”
Abu Ayyub menjawab, “Demi Allah,
tidak ada cara yang lebih baik untuk melaksanakan wasiat Rasulullah Saw selain
memerdekakannya.”
Umma Ayyub berkata, “Kamu telah
dibimbing kepada kebenaran, kamu telah diberi taufiq.” Kemudian Abu Ayyub
memerdekakannya.
Ini sebagian dari kehidupan Abu Ayyub
al-Anshari dalam kesehariannya. Kalau anda mempunyai kesempatan untuk melihat
sebagian kehidupannya di medan perang niscaya Anda akan melihat keajaiban.
Dia tidak pernah tertinggal dalam
satu peperangan pun sejak zamanRasulullah Saw sampai zaman Mu’awiyah kecuali
jika dia mempunyai kesibukan yang lainnya (yang syar’i harus didahulukan).
Perang terakhir yang diikuti oleh Abu
Ayyub adalah ketika Mu’awiyah menyiapkan bala tentara dengan komando putranya
Yazid untuk menaklukan Konstatinopel. Pada saat itu Abu Ayyub sudah menjadi
seorang laki-laki tua berumur lanjut, usianya mendekati delapan puluh. Namun
hal itu bukan penghalang baginya untuk bergabung di bawah panji-panji Yazid dan
meretas ombak lautan sebagai seorang mujahid di jalan Allah.
Namun tidak lama berselang setelah
peperangan dimulai, Abu Ayyub sakit yang membuatnya tidak kuasa untuk
meneruskan peperangan. Yazid datang kepadanya untuk menjenguknya. Yazid
bertanya, “Apakah engkau mempunyai suatu permintaan wahai Abu Ayyub?”
Abu Ayyub menjawab, “Sampaikan
salamku kepada bala tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka, ‘Abu Ayyub
mewasiatkan kepada kalian agar kalian masuk ke bumi musuh sejauh mungkin,
membawa jasadnya bersama mereka lalu menguburkannya di bawah telapak kaki
kalian di pagar kota Konstatinopel.”
Lalu dia menghembuskan nafas terakhirnya.
Bala tentara kaum muslimin melakukan
permintaan Abu Ayyub seorang shahabat Rasulullah Saw, mereka menyerang pasukan
musuh berkali-kali sampai mereka tiba di benteng kota Konstatinopel dalam
keadaan membawa jasad Abu Ayyub.
Di sana mereka menggali dan menguburkannya.
Semoga Allah merahmati Abu Ayyub
al-Anshari, dia menolak kecuali wafat di atas punggung kuda yang kuat sebagai
seorang mujahid di jalan Allah dalam usia mendekati delapan puluh tahun.
0 komentar:
Posting Komentar