Ya Allah Izinkan Aku untuk beribadah di Tanah Suci... Aamiin

Senin, 02 Juli 2012

Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi


“ Ya Allah, berikanlah sebuah bukti kepadanya atas kebaikan yang dia niatkan.”
(Dari doa Rasulullah Saw untuknya)

          Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi adalah kepala kabilah Daus di masa jahiliah, salah seorang pemuka orang-orang Arab yang berkedudukan tinggi, satu dari para pemilik muru’ah yang diperhitungkan orang banyak.
          Bejana miliknya tidak pernah turun dari api karena senantiasa dipakai untuk memasak  dalam rangka menjamu tamu dan pintu rumahnya tidak pernah tertutup dari tamu yang mengetuk untuk bermalam.
          Dia adalah potret manusia yang memberi makan orang yang lapar, memberi rasa aman bagi orang yang takut dan memberi perlindungan kepada orang yang memerlukan perlindungan.
          Di samping itu dia adalah seorang sastrawan cerdik lagi ulung, seorang penyair dengan ilham besar  dan persaan lembut, mengenal yang baik kata-kata yang manis dan pahit, di mana kalimat berperan layaknya sihir.
          Ath-Thufail meninggalkan kampung halamannya di Tihammah menuju Makkah pada saat terjadi pertentangn antara Rasulullah Saw dengan orang-orang kafir Quraisy, di saat Rasul Saw berusaha menyampaikan dakwah islam kepada penduduknya.
          Rasulullah Saw menyeru mereka kepada Allah, senjata beliau adalah iman dan kebenaran. Sementara orang-orang kafir Quraisy memerangi dakwah beliau dengan segala macam senjata, menghalang-halangi manusia darinya dengan berbagai macam cara .
          At-Thufail melihat dirinya masuk ke dalam pertentangan ini tanpa persiapan, menerjuni lahannya tanpa dia kehendaki sebelumnya.
          Dia tidak datang ke Makkah untuk tujuan tersebut, perkara Muhammad dan orang-orang Quraisy tidak pernah terdetik dalam pikirannya sebelum ini.
          Dari sini Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi mempunyai hikayat dengan pertentangan ini yang tidak terlupakan. Kita dengan hikayat tersebut, karena ia termasuk kisah yang sangat menarik.
          Ath-Thufail berkisah ,
          Aku datang ke Makkah , begitu para pembesar Quraisy melihatku,mereka langsung menghampiriku, menyambutku dengan sangat baik dan menyiapkan tempat singgah yang terbagus bagiku.
          Kemudian para pemuka dan pembesar Quraisy mendatangiku sembari berkata, “Wahai Thufail, sesungguhnya kamu telah datang ke negeri kami, dan laki-laki yang menyatakan dirinya  sebagai nabi itu telah merusak urusan kami dan memecah-bekah persatuan kami serta mencerai-beraikan persaudaraan kami. Kami hanya khawatir apa yang menimpa kami ini akan menimpamu sehingga mengancam kepemimpinanmu atas kaummu. Maka jangan berbicara dengan laki-laki itu, jangan merdengar apapun darinya, dia mempunyai kata-kata seperti sihir, memisahkan seorang anak dari bapaknya, seorang saudara dari saudaranya, seorang isteri dari suaminya.”
          Ath-Thufail berkata,
          Demi Allah, mereka terus manceritakan berita-beritanya yang aneh, menakut-nakuti atas diri dan kaumku dengan perbuata-perbuatan Muhammad yang terkutuk dan tercela sampai aku pun bertekad bulat untuk tidak mendekat kepadanya, tidak berbicara dengannya dan tidak mendengar apapun darinya.
          Manakala aku berangkat ke Masjidil Haram untuk melakukan Thawaf di Ka’bah dan mencari keberkahan kepada berhala-berhala yang kepada merekalah kami menunaikan ibadah haji dan kepada merekalah kami mengagungkan, aku menyumbat kedua telingaku dengan kapas karena aku takut ada perkataan Muhammad yang menyusup telingaku.
          Begitu aku masuk masjid, aku melihat Muhammad sedang berdiri. Dia shalat di Ka’bah dengan shalat yang berbeda dengan shalat kami, beribadah dengan ibadah yang berbeda dengan ibadah kami, pemandangan itu menarik perhatianku, ibadahnya menggugah nuraniku. Tanpa sadar aku melihat diriku telah medekat kepadanya sedikit demi sedikit kepadanya, sehingga tanpa kesengajaan dariku telah benar-benar dekat kepadnya.
          Allah pun membuat hatiku sebagian apa yang di ucapkan Muhammad  terdengar olehku, aku mendengar ucapan yang sangat indah. Aku berkata kepada diriku, “Celaka kamu wahai Thufail, sesungguhnya kamu adalah laki-laki penyair yang cerdas, kamu mengetahui yang baik dan yang buruk, apa yang menghalangimu untuk mendengar  dari ucapan laki-laki ini? Jika apa yang dia bawa itu baik maka kamu harus menerimanya, jika buruk maka kamu harus membuangnya.”
          Ath-Thufail berkata, aku diam sampai Rasulullah Saw meninggalkan tempatnya menuju rumahnya, aku mengikutinya sampai dia masuk ke dalam rumahnya dan aku pun masuk kepadanya. Aku berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya kaummu telah berkata tentangmu begini dan begini. Demi Allah mereka terus menakut-nakutiku dari ajaranmu sampai aku menutup kedua telingaku dengan kapas agar aku tidak mendengar kata-katamu. Kemudian Allah menolak itu semua dan membuatku mendengar sebagian dari ucapanmu. Aku melihatnya baik, maka jelaskan ajaranmu kepadaku.”
          Di saat itu Rasulullah Saw menjelaskan agamanya kepadaku, beliau membacakan surat al-Ikhlas dan al-Falaq. Demi Allah aku, tidak pernah mendengar sebuah ucapan yang lebih bagus dari ucapannya, aku tidak melihat sebuah perkara yang lebih adil daripada perkaranya.
          Pada saat itu aku mengulurkan tanganku untuknya, aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, aku masuk islam.
          Ath-Thufail berkata,
          Kemudia aku tinggal di Makkah beberapa waktu lamanya, selama itu aku belajar ajaran-ajaran islam dan aku menghafal al-Qur’an yang mungkin untuk aku hafal. Ketika aku berniat untuk pulang ke kabilahku, aku berkata,
          “Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah laki-laki yang ditaati dikalangan kaummku, aku akan pulang untuk mengajak mereka kepada islam. Berdo’alah kepada Allah agar Dia memberiku sebuah bukti yang mendukungku dalam dakwahku kepada mereka.” Maka Nabi Saw berdoa,
          “Ya Allah berikanlah dia sebuah bukti.”
           Aku pun pulang kepada kaumku, ketika aku tiba di sebuah tempat yang dekat dengan perkampungan mereka, tiba-tib secercah cahaya muncul dikeningku seperti lampu, maka aku berkata, “Ya Allah, pindahkanlah ia ketempat lain, karena aku khawatir mereka akan mengira bahwa ini merupakan hukuman yang menimpa wajahku karena aku meninggalkan agama mereka.”
          Maka cahaya itu berpindah ke ujung cemetiku, orang-orang melihat cahaya tersebut di ujung cemetiku seperti lampu yang bergantung, aku turun kepada mereka dari sebuah jalan di bukit. Manakala aku tiba di perkampungan, bapakku yang sudah berumur lanjut menyambutku, aku berkata kepadanya, “Menjauhlah engkau dariku, aku bukan termasuk golongamu dan engkau bukan termasuk golonganku.”
          Bapakku bertanya, “Mengapa wahai anakku?”
          Aku menjawab, “Aku telah masuk islam, aku mengikuti Muhammad Saw.”
          Dia berkata, “ Anakku, agamau adalah agamaku juga.”
          Aku berkata, “Pergilah, mandilah dan sucikanlah pakaianmu, kemudian kemarilah aku akan mengajarimu apa yang aku ketahui.”
          Maka bapakku pun pergi, dia mandi dan menyucikan bajunya, kemudian dia datang dan aku mejelaskan islam kepadanya dan dia masuk islam.
          Kemuian isteriku datang kepadaku, aku berkata kepadanya, “Menjauhlah dariku, aku bukan termasuk golonganmu dan kamu bukan termasuk golonganku .”
          Dia bertanya, “Bapak dan ibumu sebagai jaminanku, mengapa?”
          Aku menjawab, “Islam memisahkan antara diriku dengan dirimu, aku telah mengikuti Muhammad.”
          Dia berkata, “Agamamu adalah agamaku.”
          Aku berkata, “Pergilah dan bersucilah dari air Dzi asy-Syura.”
          Dia berkata, “Bapak dan ibuku sebagai jaminanku, apakah kamu takut sesuatu terhadap wanita ini dari Dzi as-Syura?”
          Aku menjawab, “Celaka kamu dan celaka juga Dzi as-Syura, aku katakan kepadamu, ‘Pergilah, mandilah di sana jauh dari penglihatan orang-orang, aku menjamin bahwa batu pejal itu tidak akan melakukan apapun terhadapmu.”
          Dia pun pergi untuk mandi, kemudian dia datang, aku menjelaskan islam kepadanya maka dia masuk islam.
          Kemudian aku mengajak kaumku Daus, namun mereka tidak menjawab dengan segera, kecuali Abu Hurairah, dia adalah orang yang paling cepat menjawab seruanku.
          Ath-Thufail berkata,
          Aku datang bersama Abu Hurairah kepada Rasulullah Saw di Makkah. Disaat itu Nabi Saw bersabda kepadaku, “Hati kaummu masih tertutupi sekat tebal dan kekufuran yang keras. Orang-orang Daus dikuasai kefasikan dan kemaksiatan.”
          Lalu Rasulullah Saw berdiri mengambil air, beliau wudhu kemudian mengajarkan shalat, beliau mengangkat kedua tangan beliau kelangit. Abu Hurairah berkata, “Manakala aku melihat beliau malakukan itu, aku takut beliau berdoa buruk atas kaumku, akibatnya mereka akan binasa. Maka aku berkata,’celaka kaumku.”
          Yetapi Rasulullah Saw bersabda, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada Daus. Ya Allah, berikanlah pertunjuk kepada Daus. Ya Allah berikanlah petunjuk kepada Daus.”
          Kemudian beliau menoleh kepada Ath-Thufail dan berkata, “Pulanglah kepada mereka, serulah mereka kepada islam dengan lemah lembut.”
          Ath-Thufail berkata,
          Aku terus tinggal di kampung Daus, aku mengajak mereka kepada islam sampai Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Perang Badar,Uhud dan Khandaq berlalu. Aku datang kepada Nabi Saw bersama delapan puluh keluarga dari Daus yang telah masuk islam dan islam mereka pun telah bagus, Rasulullah Saw berbahagia dengan kehadiran kami, beliau memberikan bagian dari harta rampasan perang Khaibar kepada kami sama dengan kaum muslimin lainnya.
          Kami berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, Jadikanlah kami sebagai sayap kanan pasukanmu dalam setiap peperangan yang engkau terjuni. Jadikanlah Syiar kami,’ Mabrur.”
          Ath-Thufail berkata,
          Setelah itu aku terus bersama Rasulullah Saw sampai Allah Ta’ala membuka Makkah untuk beliau. Aku berkata, “Ya Rasulullah, tugasilah aku ke Dzul Kafain untuk menghancurkan berhala Amru bin Hamamah, aku ingin menghancurkannya.”Maka Nabi Saw mengizinkannya, Ath-Thufail berangkay dengan sebuah pasukan yang terdiri dari kaumnya.
          Ketika ath-Thufail tiba di sana, dia hendak membakarnya, kaum laki-laki,wanita dan anak-anak memperhatikannya, mereka berharap ath-Thufail akan ditimpa keburukan, mereka berharap halilintar menyambarnya jika dia menghancurkan Dzul Kafain.
          Namun ath-Thufail tetap bergerak maju kepada berhala tersebut dihadapan tatapan mata para pemujanya.
          Ath-Thufail menyalakan api, membakar dada berhala itu sambil bersyair,
          Wahai Dzul Kafain, aku tidak termasuk pemujamu
           Kehidupan kami mendahului kelahiranmu
          Sesungguhnya aku membakar dadamu dengan api.
          Api melahap berhala itu, sekaligus melahap sisa-sisa syirik yang ada pada kabilah Daus, maka mereka semuanya masuk islam dan islam mereka bagus.
          Setelah itu Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi senantiasa mendampingi Rasulullah Saw sampai beliau wafat dan berpulang ke hadapan Rabbnya.
          Setelah itu khilafah berpindah ke tangan Abu Bakar, ath-Thufail memberikan jiwanya, pedangnya dan anaknya dalam menaati khlifah Rasulullah Saw.
          Ketika perang Riddah berkecamuk, ath-Athufail berada di barisan depan bala tentara kaum muslimin untuk memerangi Musailamah al-Kadzdzab, putranya ikut bersamanya.
          Ketika dia sedang menuju al-Yamamah, ath-Thufail bermimpi, dia berkata kepada kawan-kawannya,”Aku bermimpi, tolong  jelaskan kepadaku apa artinya?”
          Mereka bertanya, “Mimpi apa?”
          Dia berkata, “Aku bermimpi kepalaku dicukur, seekor burung keluar dari mulutku, seorang wanita memasukkanku ke dalam perutnya, anakku Amru mencari-cari diriku dengan gigih namun antara diriku dengan dirinya terdapat penghalang.”
          Mereka berkata, “Itu mimpi yang baik.”
          Selanjutnya ath-Thufail berkata, “Aku sudah bisa mengartikan makna mimpiku. Kepalaku di cukur, artinya ia dipotong. Seekor burung keluar dari mulutku, artinya arwahku meninggalkan jasadku. Wanita yang memasukkanku ke dalam perutnya adalah bumi yang digali lalu aku dikubur disana. Anakku yang gigij mencariku, artinya dia mengharapkan syahadah yang akan aku dapatkan dengan izin Allah, anakku akan mendapatkannya kelak.”
          Di perang Yamamah, shahabat yang mulia Amru bin ath-Thufail ad-Dausi Ra berperang dengan gigih, memperlihatkan kepahlawanannya dengan gagah berani, sampai dia gugur sebagai syahid di bumi perang Yamamah.
          Adapun anaknya, Amru, maka dia terus berperang sampai tubuhnya penuh luka, tangan kanannya terpotong, dia pulang ke Madinah meninggalkan bapaknya, sementara tangan kanannya dikubur di bumi Yamamah.
          Di masa khilafahUmar bin al-Khattab, Amru bin ath-Thufail datang menemuinya, tatkala makanan dihidangkan kepada al-Faruq sementara orang-orang yang duduk di sekelilingnya, dipersilahkan untuk menyantap hidangan, Amru justru malah menjauh darinya. Maka al-Faruq bertanya kepadanya,
          “Ada apa dengan dirimu? Apakah kamu menjauh dari makanan ini karena kamu merasa malu kepada tanganmu?”
          Dia menjawab, “Benar wahai Amirul Mukminin.”
          Umar pun berkata, “Demi Allah, aku tidak menyantap makanan ini sehingga kamu mencampurnya melalui bagian tanganmu yang terputus itu. Demi Allah, diantara yang hadir ini tidak ada seseorang yang sebagian anggotanya telah tinggal di surga selainmu.”Maksudnya adalah tangannya.
          Impian syahadah terus berkibar dalam angan-angan Amru sejak dia berpisah dari bapaknya. Perang Yarmuk tiba, Amru bin Ath-Thufail bersegera berpartisipasi di dalamnya bersama orang-orang yang bersegera, dia berperang sehingga dia meraih syahadah yang di harapkan oleh bapaknya untuknya.
          Semoga Allah merahmati ath-Thufail bin Amri ad-Dausi , seorang syahid dan bapaknya dari seorang syahid.

         


0 komentar:

Posting Komentar