Ya Allah Izinkan Aku untuk beribadah di Tanah Suci... Aamiin

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 21 Juli 2012

Kisah Ust. Yusuf Mansur dan Security POM

          Satu hari saya jalan melintas di satu daerah.. Tetidur di dalam mobil. Saat terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya: "Nanti di depan ke kiri ya". "Masih banyak, Pak Ustadz". Saya paham. Supir saya mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan. Saya pengen pipis. Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. "PakUstadz!". Dari jauh ia melambai dan mendekati saya. Saya menghentikan langkah. Menunggu beliau. "Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja...". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, insya Allah, he he he. "Saya ke toilet dulu ya". "Nanti saya pengen ngobrol boleh Ustadz?" "Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?" "Saya bosen jadi satpam Pak Ustadz". Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang "berhentiin" saya. Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan jadwal setelah ini. Begitu pikir saya. Saya katakan pada sekuriti yang mulia ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya". ******* "Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka percakapan.

           Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi fasilitas ngopi-ngopi ringan. "Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?" "Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya". "Wah, ustadz langsung nembak aja nih". Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang salah. Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja. "Udah shalat ashar?" "Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja". "Oh, jadi ga apa-apa telat ya? Karen a situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?" Sekuriti itu senyum aja.
         
           Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah. Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah pantas disebut usaha kita adalah ibadah?

           Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi tuh sebutan-sebutan ibadah. "Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar. "Ya, kurang lebih dah". Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang faqih, seorang 'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu. Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja dengan mengentar-entarkan mengingat Allah.

          Maka lalu saya ingatkan sekuriti yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya dengan mempertemukan dia dengan saya. "Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam setengah lima , memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang dikit. Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja mestinya kita dari senang".
         
           Saudara-saudaraku Peserta KuliahOnline, percakapan ini kurang lebih begitu. Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan bicara? Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak. Dan saya mengingatkan kepada peserta KuliahOnline untuk tidak menggunakan mata telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah.

           Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu satu dengan bahasa-bahasa kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada waktunya pembahasan yang demikian. Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?" "Mau Pak Ustadz. Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?" "Ya udah, deketin Allah dah. Ngebut ke Allah nya". "Ngebut gimana?" "Satu, benahin shalatnya. Jangan setengah lima -an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah". Si sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas sajadah.

           Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin rizki. Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini.. Kan aneh. Dia pada kerja supaya dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama Allah. "Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya".

           Saya inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan". "Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?" "Satu koma tujuh, Pak ustadz". "Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering sebut orang kecil, itu udah gede". "Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz". "Itu kerja bisa gede, emang udah lama kerjanya?" "Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, ustadz". "Koq bisa?" "Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana gitu sampe ketemu angka 1,7jt". "Terus, kenapa masih kurang?" "Ya itu, sebab saya punya tanggungan banyak".

           "Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?" "Pengen kayak orang-orang Pak Ustadz". "Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot". Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu. Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya. "Ya udah, udah keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?" "Mau Ustadz. Saya benahin dah". "Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin.. Ikutan semuanya ngebenahin shalat". "Siap ustadz". "Tapi sedekahnya tetap kudu loh". "Yah Ustadz. Kan saya udah bilang, ga ada". "Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq". "Jangan Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. Emas juga ga punya".

           Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah. Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si sekuriti mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?". Sekuriti ini ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya, manteb. "Gajian bulan depan masih ada ga?" "Masih. Kan belum bisa diambil?" "Bisa. Dicoba dulu". "Entar bulan depan saya hidup pegimana?" "Yakin ga sama Allah?" "Yakin". "Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau". 

           Sekuriti ini saya bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Trmasuk dia akan polin shalat taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan rajinin di waktu senggang untuk baca al Qur'an. Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi! Ya, rupanya dia ini Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup.. Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.

           Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan tingginya harga,. Ga kebagian. ******* Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma tujuh. Semuanya. "Mana bisa?" kata komandannya. "Ya Pak, saya kan ga pernah kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani". Komandannya terus mengejar, buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan pertemuannya dengan saya. Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin.. Katanya, kalau pake jalur formal, dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", begitu kata komandannya. 

          Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya. "Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah melalui jalan shalat dan sedekah. Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya.. Malah tambah cerah muka nya.

           Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil dulu. Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti. Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau kemudian kas bon. Percuma". Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si sekuriti ini ga kasbon. Berhasil kah? Tunggu dulu.

           Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah. Saatnya ngumpul dengan si bos, ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia dirinya. "Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren". Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini benar-benar bikin bengong orang pada. Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi keajaiban.

           Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal dirinya ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. Bahkan lebih. Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti bulan. Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan ? Itu jual motor, kurang. Sebab itu motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari simpenan ibunya sendiri.

           Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga perlu kasbon. Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang dilaluinya selama 1 bulan setengah ini. Apakah cukup sampe di situ perubahan yang trjadi pada diri si sekuriti? Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang lain, dan dijadikan staff keuangan di sana . Masya Allah, masya Allah, masya Allah. Berubah, berubah, berubah.

           Saudara-saudaraku sekalian.. Cerita ini bukan sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid yang menggerakkan! Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan hidupnya. Subhaanallaah, masya Allah. Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini.

           Barangkali cerita ini akan lebih dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada rutinitas dunia. Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar. Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip hidup yang berbeda. Di antara semua peserta KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini. Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang menempatkan dirinya untuk menjadi contoh.

           Yang lebih penting buat kita sekarang ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut sengebut2nya menuju Allah. Yang merasa dosanya banyak, sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya. Kejar saja ampunan Allah dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu mengejarnya dengan amal saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga dijadikan statement esai penutup. Kepada Allah semua kebenaran dan niat dikembalikan. Salam saya buat keluarga dan kawan-kawan di sekeliling saudara semua. Saya merapihkan tulisan ini di halaman parkir rumah sakit Harapan Kita.. Masih di dalam mobil. Sambil menunggu dunia terang. Insya Allah hari ini bayi saya, Muhammad Yusuf al Haafidz akan pulang ke rumah untuk yang pertama kalinya. Terima kasih banyak atas doa-doanya dan perhatiannya. Mudah-mudahan allah membalas amal baik saudara semua.

           Dari semalam saya tulis esai ini. Tapi rampungnya sedikit sedikit. Ini juga tadinya bukan esai sekuriti ini yang mau saya jadikan tulisan. Tapi ya Allah jugalah yang menggerakkan tangan ini menulis. Semalam, file yang dibuka adalah tentang langkah konkrit untuk berubah. Lalu saya lampirkan kalimat pendahuluan. Siapa sangka, kalimat pendahuluan ini saja sudah 10 halaman, hampipr 11 halaman. Saya pikir, esai ini saja sudah kepanjangan. Jadi, ya sampe ketemu dah di esai berikutnya. Saya berhutang banyak kepada saudara semua.. Di antaranya, saya jadi ikut belajar. Semalam saya ikutan tarawih di pesantren Daarul Qur'an internasional. Sebuah pesantren yang dikemas secara modern dan internasional. Tapi tarawihnya dijejek 1 juz sekali tarawih. Masya Allah, semua yang terlibat, terlihat menikmati. Ga makmumnya, ga imam-imamnya, ga para tamu dan wali santri yang ikut. Semua menikmati. Jika ada di antara peserta KuliahOnline yang pengen ikutan tarawih 1 juz ini, silahkan datang saja langsung ya. Insya Allah saya usahakan ada. Sebab saya juga kebagian menjadi salah satu imam jaganya. Ya, kondisi-kondisi begini yang saya demen. Saya kurangin jadwal, tapi masih tetep bisa ngajar lewat KuliahOnline ini.

           Dan saya masih sempet mengkader ustadz-ustadz muda untuk diperjalankan ke seantero negeri. Sementara saya akhirnya bisa mendampingi para santri dan guru-guru memimpin dan mengembangkan pesantren Daarul Qur'an ini. Ok, kelihatannya matahari sudah mulai kelihatan. Saya baru pulang juga langsung dari TPI. Siaran langsung jam 5 ba'da shubuh tadi. Istri saya meluncurnya dari rumah. Doakan keluarga kami ya. Saya juga tiada henti mendoakan saudara dan jamaah semua... (Ust. YUSUF MANSUR). Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. -Qs. 16 an-Nahl :125 Berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. -Qs. 4 an-Nisa' : 63 From : Susanto, Agus (Agus.Susanto@******.com) Date : Wednesday, November 19, 2008 11:22:20 AM Gabung Yuk di Twitter Yusuf Mansur Label: Religi, Story, Ustadz Yusuf Mansur.

Kamis, 19 Juli 2012

Kisah Gadis Kecil Yang Shalihah

http://qiblati.com/td-mediafiles/image/toko/qiblati03/Cover3-04.jpg_thumb.jpgAku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya. Berkatalah ibu gadis kecil tersebut: Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut. Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut. Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang perpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma’ruf, dan senantiasa menjaga hijabnya. Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka. Ibu Afnan melanjutkan ceritanya: Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: “Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!” Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: “Mama, aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam.” Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini. Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut. Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini? Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: “Sakit ringan di kakiku.” Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: “Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah.” Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit. Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang. Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata: “Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillah.” Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: “Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku.” Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!! Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjamah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!! Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah. Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: “Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku.” Kami (aku, suamiku dan Afnan) pergi untuk yang pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: “Apakah engkau seorang muslimah?” Dia menjawab: “Tidak.” Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar yang kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya. Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya, karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan mematikannya. Akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orang tuanya. Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: “Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?” Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin bagi mereka untuk memasang kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: “Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna.” Temanku tersebut berkata: “Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati.” Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!! Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan di sisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus. Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan, dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu’ dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!! Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mengabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Maka memungkinkan bagi kami untuk membawanya ke rumah. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku. Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya. Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum. Dia berkata: “Ummi, kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat.” Kukatakan: “(Mimpi) yang baik Insya Allah.” Dia berkata: “Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau, dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi.” Akupun bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut.” Dia menjawab: “Aku menyangka, bahwasannya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku.” Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya. Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku, dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring di atas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: “Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu.” Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: “Aku ingin mencium pipimu yang kedua.” Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: “Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah.” Maka dia berkata: “Asyhadu alla ilaaha illallah.” Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah.” Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” Dan keluarlah rohnya. Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillahi rabbil ‘aalamin. (AR)* Majalah Qiblati edisi 4 Tahun 3

Rabu, 18 Juli 2012

Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberinya hidayah masuk Islam. Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa per-tanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat.” Si pemuda tersenyum dan berkata, “Silahkan! Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan satu yang tiada duanya, dua yang tiada tiganya, tiga yang tiada empatnya, empat yang tiada limanya, lima yang tiada enamnya, enam yang tiada tujuhnya, tujuh yang tiada delapannya, delapan yang tiada sembilannya, sembilan yang tiada sepuluhnya, sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh, sebelas yang tiada dua belasnya, dua belas yang tiada tiga belasnya, tiga belas yang tiada empat belasnya. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh! Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya? Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu! Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api? Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar! Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?” Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu ter-senyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata, -Satu yang tiada duanya ialah Allah Subhanahu wa ta’ala. -Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tan-da (kebesaran kami).” (Al-Isra’: 12). -Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh. -Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an. -Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu. -Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan makhluk. -Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk: 3). -Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, ‏ ”Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat men-junjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqah: 17). -Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa j: tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.* -Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: 160). -Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf . -Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa j yang terdapat dalam firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu de-ngan tongkatmu.’ Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah: 60). -Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya. -Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah Subhanahu wa ta’ala ber-firman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menying-sing.” (At-Takwir: 18). -Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS. -Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf , yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada cercaaan ter-hadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” -Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara kele-dai.” (Luqman: 19). -Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim. -Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69). -Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua). -Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala, ‏ ”Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf: 28). -Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari. Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, “Apakah kunci surga itu?” mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak. Mereka berkata, “Anda telah melontarkan 22 per-tanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!” Pendeta tersebut berkata, “Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah.” Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.” Sang pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah.” Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.** * Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.) ** Kisah nyata ini diambil dari Mausu’ah al-Qishash al-Waqi’ah melalui internet www.alsofwah.or.id

Kisah seorang anak Amerika yang memilih islam sebagai agamanya

Rasulullah saw bersabda: ”Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi”. (HR. Bukhari) Kisah bocah Amerika ini tidak lain adalah sebuah bukti yang membenarkan hadits tersebut di atas. Alexander Pertz dilahirkan dari kedua orang tua Nasrani pada tahun 1990 M. Sejak awal ibunya telah memutuskan untuk membiarkannya memilih agamanya jauh dari pengaruh keluarga atau masyarakat. Begitu dia bisa membaca dan menulis maka ibunya menghadirkan untuknya buku-buku agama dari seluruh agama, baik agama langit atau agama bumi. Setelah membaca dengan mendalam, Alexander memutuskan untuk menjadi seorang muslim. Padahal ia tak pernah bertemu muslim seorangpun. Dia sangat cinta dengan agama ini sampai pada tingkatan dia mempelajari sholat, dan mengerti banyak hukum-hukum syar’i, membaca sejarah Islam, mempelajari banyak kalimat bahasa Arab, menghafal sebagian surat, dan belajar adzan. Semua itu tanpa bertemu dengan seorang muslimpun. Berdasarkan bacaan-bacaan tersebut dia memutuskan untuk mengganti namanya yaitu Muhammad Abdullah, dengan tujuan agar mendapatkan keberkahan Rasulullah saw yang dia cintai sejak masih kecil. Salah seorang wartawan muslim menemuinya dan bertanya pada bocah tersebut. Namun, sebelum wartawan tersebut bertanya kepadanya, bocah tersebut bertanya kepada wartawan itu, ”Apakah engkau seorang yang hafal Al Quran?” ”Tidak”. Wartawan menjawab. Namun sang wartawan dapat merasakan kekecewaan anak itu atas jawabannya. Bocah itu kembali berkata, ”Akan tetapi engkau adalah seorang muslim, dan mengerti bahasa Arab, bukankah demikian?”. Dia menghujani wartawan itu dengan banyak pertanyaan. ”Apakah engkau telah menunaikan ibadah haji? Apakah engkau telah menunaikan umrah? Bagaimana engkau bisa mendapatkan pakaian ihram? Apakah pakaian ihram tersebut mahal? Apakah mungkin aku membelinya di sini, ataukah mereka hanya menjualnya di Arab Saudi saja? Kesulitan apa sajakah yang engkau alami, dengan keberadaanmu sebagai seorang muslim di komunitas yang bukan Islami?” Setelah wartawan itu menjawab sebisanya, anak itu kembali berbicara dan menceritakan tentang beberapa hal berkenaan dengan kawan-kawannya, atau gurunya, sesuatu yang berkenaan dengan makan atau minumnya, peci putih yang dikenakannya, surban yang dia lingkarkan di kepalanya dengan model Yaman, atau berdirinya di kebun umum untuk mengumandangkan adzan sebelum dia sholat. Kemudian ia berkata dengan penuh penyesalan, ”Terkadang aku kehilangan sebagian sholat karena ketidaktahuanku tentang waktu-waktu sholat.” Kemudian wartawan itu bertanya pada sang bocah, ”Apa yang membuatmu tertarik pada Islam? Mengapa engkau memilih Islam, tidak yang lain saja?” Bocah itu diam sesaat dan kemudian menjawab, ”Aku tidak tahu, segala yang aku ketahui adalah dari yang aku baca tentangnya, dan setiap kali aku menambah bacaanku, maka semakin banyak kecintaanku”. Wartawab bertanya kembali, ” Apakah engkau telah puasa Ramadhan?” Muhammad tersenyum sambil menjawab, ”Ya, aku telah puasa Ramadhan yang lalu secara sempurna. Alhamdulillah, dan itu adalah pertama kalinya aku berpuasa di dalamnya. Dulunya sulit, terlebih pada hari-hari pertama”. Kemudian dia meneruskan, ”Ayahku telah menakutiku bahwa aku tidak akan mampu berpuasa, akan tetapi aku berpuasa dan tidak mempercayai hal tersebut”. ”Apakah cita-citamu?” tanya wartawan, Dengan cepat Muhammad menjawab, ”Aku memiliki banyak cita-cita. Aku berkeinginan untuk pergi ke Makkah dan mencium Hajar Aswad”. ”Sungguh aku perhatikan bahwa keinginanmu untuk menunaikan ibadah haji adalah sangat besar. Adakah penyebab hal tersebut?”. tanya wartawan lagi. Ibu Muhamad untuk pertama kalinya ikut angkat bicara, dia berkata : ” Sesungguhnya gambar Ka’bah telah memenuhi kamarnya, sebagian manusia menyangka bahwa apa yang dia lewati pada saat sekarang hanyalah sembab khayalan, semacam angan yang akan berhenti pada suatu hari. Akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa dia tidak hanya sekedar serius, melainkan mengimaninya dengan sangat dalam sampai pada tingkatan yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain”. Tampaklah senyuman di wajah Muhammad Abdullah, dia melihat ibunya membelanya.

Minggu, 15 Juli 2012

Mengakhirkan dan Meninggalkan Sholat

Saudara-saudara Rahimakumullah, ketahuilah bahwa sesungguhnya bencana yang dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian masyarakat kita pada Sholat Lima Waktu, Sholat Jum’at dan Sholat Berjamaah, padahal semua itu adalah ibadah-ibadah yang dengannya Allah meninggikan derajat dan menghapuskan dosa-dosa maksiat. Dan sholat adalah cara ibadah seluruh penghuni bumi dan langit. Rasulullah SAW bersabda, “Langit merintih dan memang ia pantas merintih, karena pada setiap tempat untuk berpijak terdapat malaikat yang bersujud atau berdiri (sholat) kepada Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Imam Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad) Orang yang meninggalkan sholat karena dilalaikan oleh urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya. Dengarkanlah nasihatku tentang nasib orang yang meninggalkan sholat, baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Sesungguhnya Allah merahmati orang yang mendengarkan nasihat kemudian memperhatikan dan mengamalkannya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya sholat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’, 4:103) Abu Hurairah RA meriwayatkan, “Setelah Isya’ aku bersama Umar bin Khattab RA pergi ke rumah Abu Bakar AsShiddiq RA untuk suatu keperluan. Sewaktu melewati pintu rumah Rasulullah SAW, kami mendengar suara rintihan. Kami pun terhenyak dan berhenti sejenak. Kami dengar beliau menangis dan meratap.” “Ahh…, andaikan saja aku dapat hidup terus untuk melihat apa yang diperbuat oleh umatku terhadap sholat. Ahh…, aku sungguh menyesali umatku.” “Wahai Abu Hurairah, mari kita ketuk pintu ini,” kata Umar RA. Umar kemudian mengetuk pintu. “Siapa?” tanya Aisyah RA. “Aku bersama Abu Hurairah.” Kami meminta izin untuk masuk dan ia mengizinkannya. Setelah masuk, kami lihat Rasulullah SAW sedang bersujud dan menangis sedih, beliau berkata dalam sujudnya, “Duhai Tuhanku, Engkau adalah Waliku bagi umatku, maka perlakukan mereka sesuai sifat-Mu dan jangan perlakukan mereka sesuai perbuatan mereka.” “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Apa gerangan yang terjadi, mengapa engkau begitu sedih?” “Wahai Umar, dalam perjalananku ke rumah Aisyah sehabis mengerjakan sholat di mesjid, Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Benar mengucapkan salam kepadamu,” kemudian ia berkata, “Bacalah!” “Apa yang harus kubaca?” “Bacalah: “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam, 19:59) “Wahai Jibril, apakah sepeninggalku nanti umatku akan mengabaikan sholat?” “Benar, wahai Muhammad, kelak di akhir zaman akan datang sekelompok manusia dari umatmu yang mengabaikan sholat, mengakhirkan sholat (hingga keluar dari waktunya), dan memperturutkan hawa nafsu. Bagi mereka satu dinar (uang) lebih berharga daripada sholat.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. Abu Darda` berkata, “Hamba Allah yang terbaik adalah yang memperhatikan matahari, bulan dan awan untuk berdzikir kepada Allah, yakni untuk mengerjakan sholat.” Diriwayatkan pula bahwa amal yang pertama kali diperhatikan oleh Allah adalah sholat. Jika sholat seseorang cacat, maka seluruh amalnya akan ditolak. Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, perintahkanlah keluargamu untuk sholat, karena Allah akan memberimu rezeki dari arah yang tidak pernah kamu duga.” Atha’ Al-Khurasaniy berkata, “Sekali saja seorang hamba bersujud kepada Allah di suatu tempat di bumi, maka tempat itu akan menjadi saksinya kelak di hari kiamat. Dan ketika meninggal dunia tempat sujud itu akan menangisinya.” Rasulullah SAW bersabda, “Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama.” (HR. Imam Baihaqi) “Barang siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka ia telah kafir.” (HR. Bazzar dari Abu Darda`), kafir yang dimaksud disini adalah ingkar terhadap perintah Allah karena perbuatan orang kafir adalah tidak pernah shalat. Dalam Shahih Muslim dijelaskan bahwa Rasulullah saw bersabda yang membedakan antara orang beriman dengan orang kafir adalah shalat. Maka maukah kita disamakan dengan orang kafir, padahal Rasulullah saw bersabda”Barang siapa mengikuti kebiasaan suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”. Orang2 kafir adalah orang yang tidak pernah shalat, maukah kita termasuk golongan mereka. “Barang siapa bertemu Allah sedang ia mengabaikan sholat, maka Allah sama sekali tidak akan mempedulikan kebaikannya.” (HR. Thabrani) “Barang siapa meninggalkan sholat dengan sengaja, maka terlepas sudah darinya jaminan Muhammad.” (HR. Imam Ahmad dan Baihaqi) “Allah telah mewajibkan sholat lima waktu kepada hamba-Nya. Barang siapa menunaikan sholat pada waktunya, maka di hari kiamat, sholat itu akan menjadi cahaya dan bukti baginya. Dan barang siapa mengabaikannya, maka ia akan dikumpulkan bersama Firaun dan Haman.” (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad). Wasiat ini mudah-mudahan sangat bermanfaat buat kita semuanya umat Islam. Tugas kita semua untuk saling mengingatkan sesama Muslim akan pentingnya Sholat! *** Dikutip dari Kitab Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri Semoga bermanfaat, kiriman dari Sahabat

Jumat, 13 Juli 2012

PESANKAN SAYA TEMPAT DINERAKA ..!!!




Tags: cerita motivasi (1200), cerita islami (261), cerita hikmah (104), cerita nasehat (313), cerita teladan (334), kumpulan cerita motivasi (203), kisah islami(247), kisah teladan (331), kisah hikmah (110), kumpulan kisah teladan (263), artikel motivasi (2011), artikel islam (105), artikel kesehatan (211), kumpulan artikel motivasi (300), berita islami (2012), motivasi islam (2010),artikel kesehatan (500)

Sebuah kisah dimusim panas yang menyengat.
Seorang kolumnis majalah Al Manar mengisahkannya…
Musim panas merupakan ujian yang cukup berat. Terutama bagi muslimah, untuk tetap mempertahankan pakaian kesopanannnya. Gerah dan panas tak lantas menjadikannya menggadaikan akhlak. Berbeda dengan musim dingin, dengan menutup telinga dan leher kehangatan badan bisa dijaga. Jilbab bisa sebagai multi fungsi.
Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, Cairo-Alexandria; di sebuah mikrobus.
Ada seorang perempuan muda berpakaian kurang layak untuk dideskripsikan sebagai penutup aurat.
Karena menantang kesopanan. Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja dengan cara pakaian seperti itu mengundang ‘perhatian’ kalau bisa dibahasakan sebagai keprihatinan sosial.
Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan. Bahwa pakaian seperti itu bisa mengakibatkan sesuatu yang tak baik bagi dirinya. Disamping pakaian seperti itu juga melanggar aturan agama dan norma kesopanan. Tahukah Anda apa respon perempuan muda tersebut? Dengan ketersinggungan yang sangat ia mengekspresikan kemarahannya. Karena merasa privasinya terusik. Hak berpakaian menurutnya adalah hak prerogatif seseorang.
"Jika memang bapak mau, ini ponsel saya. Tolong pesankan saya, tempat di neraka Tuhan Anda!!
Sebuah respon yang sangat frontal. Dan sang bapak pun hanya beristighfar. Ia terus menggumamkan kalimat-kalimat Allah. Detik-detik berikutnya suasanapun hening. Beberapa orang terlihat kelelahan dan terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali perempuan muda itu. Hingga sampailah perjalanan dipenghujung tujuan. Di terminal akhir mikrobus Alexandria. Kini semua penumpang bersiap-siap untuk turun.
Tapi mereka terhalangi oleh perempuan muda tersebut yang masih terlihat tertidur. Ia berada didekat pintu keluar. "Bangunkan saja!" begitu kira-kira permintaan para penumpang. Tahukah apa yang terjadi. Perempuan muda tersebut benar-benar tak bangun lagi. Ia menemui ajalnya. Dan seisi mikrobus tersebut terus beristighfar, menggumamkan kalimat Allah sebagaimana yang dilakukan bapak tua yang duduk disampingnya.
Sebuah akhir yang menakutkan. Mati dalam keadaan menantang Tuhan. Seandainya tiap orang mengetahui akhir hidupnya…. Seandainya tiap orang menyadari hidupnya bisa berakhir setiap saat… Seandainya tiap orang takut bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan yang buruk…
Seandainya tiap orang tahu bagaimana kemurkaan Allah… Sungguh Allah masih menyayangi kita yang masih terus dibimbing-Nya. Allah akan semakin mendekatkan orang-orang yang dekat denganNYA semakin dekat. Dan mereka yang terlena seharusnya segera sadar… Mumpung kesempatan itu masih ada.
Source:edieskurniawan@yahoo.com 



Selasa, 10 Juli 2012

CINTA SEORANG SUAMI


Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.
Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.
Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama
Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya , ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya.
Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun badrest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.
Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.
Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.
Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari'ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari 'Ashim.
Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.
Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.
(Diterjemahkan dari kisah yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada kawan-kawannya)

Senin, 02 Juli 2012

Amru bin al-Jamuh


“Laki-laki tua yang bertekad menjejakkan kakinya yang pincang di surga.”

          Amru bin al-Jamuh, salah seorang pembesar Yatsrib di zaman Jahiliyah, seorang pemuka Bani Salamah yang terpandang, satu dari para dermawan Madinah dan pemillik muru’ah di sana.
          Sudah menjadi kebiasaan para pemuka suatu kaum di zaman jahiliyah, masing-masing dari mereka mempunyai sebuah berhala di rumahnya khusus untuk dirinya, demi meraup keberkahannya manakala hendak meninggalkan rumah dan masuk ke dalamnya, menyembelih untuknya di musim-musim tertentu dan berdoa kepadanya manakala kesulitan hidup menerpa.
          Berhala Amru bin al-Jamuh bernama Manat, dia membuatnya dari kayu mahal, dia sangat menjaga bahkan terkesan sangat berlebih-lebihan, memberinya kepedulian besar dan melumurinya dengan minyak wangi terbaik.
          Usia Amru bin al-Jamuh bukan lagi muda, dia sudah melewati enam puluh tahun ketika cahaya iman mulai menyinari rumah-rumah penduduk Yatsrib satu demi satu di tangan penyampai berita gembira pertama Mush’ab bin Umair. Tiga putra Amru bin al-Jamuh: Mu’awwidz, Muadz dan Khallad telah masuk Islam, demikian juga shahabat akrab mereka yang bernama Mu’adz bin Jabal.
          Keislaman tiga orang putra Amru diikuti oleh ibu mereka Hindun, sementara Amru belum mengetahui perkara keimanan mereka sama sekali.
          Hindun istri Amru bin al-Jamuh melihat bahwa Islam telah mewarnai kota Yatsrib, bahwa tidak ada lagi para pembesar Yatsrib yang tetap di atas kesyirikan kecuali suaminya dengan beberapa orang saja.
          Hindun menyintai suaminya, memuliakannya, sangat khawatir kalau suaminya mati di atas kekufuran, akibatnya dia akan menjadi penduduk neraka.
          Pada saat yang sama Amru juga khawatir terhadap anak-anaknya, kalau-kalau mereka meninggalkan agama leluhur, agama nenek moyang dengan mengikuti seruan da’i Mush’ab bin Umair yang telah mampu hanya dalam waktu yang singkat memalingkan penduduk Yatsrib dalam jumlah besar dari agama mereka dan membawa mereka kepada agama yang dibawa Muhammad Saw.
          Amru berkata kepada istrinya, “Hindun, berhati-hatilah, jangan sampai anak-anakmu bertemu dengan laki-laki itu, maksudnya adalah Mush’ab bin Umair- sampai kita memikirkan pendapat kita tentangnya.
          Isterinya menjawab, “Aku mendengar dan mematuhi kata-katamu, tetapi apakah engkau berkenan mendengar cerita tentang laki-laki itu dari puttramu Mu’adz?”
          Maka Amru berkata, “Celaka dirimu, apakah Mu’adz sudah meninggalkan agamanya sementara aku tidak mengetahuinya?”
          Maka wanita shalihah ini merasa kasihan kepada suaminya yang berumur ini, maka dia berkata, “Tidak, dia hanya menghadiri sebagian majlis laki-laki tersebut dan menghafal sebagian sebagian dari apa yang diucapkannya.”
          Amru berkata, “Panggil Mu’adz ke mari.”
          Ketika Mu’adz datang di depannya, Amru berkata, “Perdengarkanlah kepadaku sebagian dari apa yang dikatakan oleh laki-laki itu.”
          Maka Mu’adz membaca surat al-Fatihah yang artinya:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di hari pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya Engkaulah Kami meminta pertolongan. Tunjukkan kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
          Amru berkata, “Betapa bagus dan indahnya ucapan ini. Apakah semua ucapannya demikian?”
          Mu’adz, anaknya menjawab, “Ada yang lebih baik dari itu wahai bapakku, engkau harus mengikutinya, karena semua kaummu telah mengikutinya.”
          Laki-laki tua ini diam sesaat kemudian dia berkata, “Aku tidak memutuskan apapun sebelum meminta pendapat Manat, aku akan melihat apa yang dia katakan.”
          Mu’adz berkata, “Apa yang akan dikatakan oleh Manat wahai bapak, ia hanyalah kayu yang tuli, tidak berakal dan tidak bisa berbicara.”
          Laki-laki tua itu menjawab penuh kemarahan, “Aku katakan kepadamu bahwa aku tidak akan memutuskan suatu perkara tanpa pertimbangannya.”
          Amru bin al-Jamuh pun pergi menemui Manat. Jika orang-orang jahiliyah hendak berbicara kepada berhala mereka, maka mereka meminta seorang wanita tua untuk berdiri di belakang berhala tersebut, wanita inilah yang akan menyampaikan jawaban berhala menurut mereka-kepada siapa yang berbicara kepada berhala. Amru berdiri tegak di depan Manat, dia berpijak kepada kakinya yang sehat, karena kaki yang satunya lagi pincang, maka Amru memujinya dengan pujian yang baik. Kemudian dia berkata,
          “Wahai Manat, tidak ragu bahwa engkau telah mengetahui bahwa da’i tersebut telah datang kepada kami dari Makkah, dia tidak menginginkan keburukan bagi seseorang kecuali dirimu. Dia hanya datang untuk melarang kami untuk menyembahmu. Aku tidak ingin membaiatnya sekalipun aku telah mendengar sebagian dari ucapannya yang bagus sebelum aku meminta pendapatmu, maka katakan pendapatmu kepadaku.” Namun Manat tidak menjawab apapun.
          Amru berkata, “Mungkin kamu marah. Aku belum melakukan perbuatan apapun yang menyakitimu. Namun tidak mengapa, aku akan membiarkanmu beberapa hari sehingga kemarahanmu mereda.”
          Anak-anak Amru bin al-Jamuh mengetahui sejauh mana ketergantungan bapak mereka kepada berhalanya, Manat. Bagaimana Manat seiring dengan berjalannya waktu telah menjadi bagian darinya, namun mereka mengetahui bahwa kedudukan berhala ini sudah mulai goyah di dalam hati bapak mereka, saat ini mereka harus melepaskan hati bapak mereka dari Manat dengan kuat, itulah jalan iman bagi bapak mereka.
          Di suatu malam anak-anak Amru bin al-Jamuh bersama kawan mereka Mu’adz bin Jabal menyusup ke dalam ruangan dimana Manat disimpan, mereka membawanya dari tempatnya, kemudian membuangnya di tempat sampah milik Bani Salamah, lalu mereka pulang ke rumah tanpa ada seorang pun yang mengetahui apa yang mereka lakukan. Pagi tiba, Amru berjalan dengan tenang menuju berhalanya untuk mengucapkan salam kepadanya, namu dia tidak mendapatinya.
          Amru berkata, “Celaka kalian, siapa yang berbuat kurang ajar terhadap tuhanku tadi malam?” Tidak seorang pun dari penghuni rumah yang menjawab.
          Maka Amru mulai mencarinya di dalam dan di luar rumah sambil menahan amarah besar, mulutnya mengancam dan mengomel, sampai akhirnya dia menemukan Manat tersungkur di tempat sampah, dia mengambilnya dan mencucinya, membersihkannya dan memberinya minyak wangi, mengembalikannya ke tempatnya.
          Amru berkata kepada Manat, “Demi Allah, kalau aku mengetahui siapa yang melakukan hal itu kepadamu niscaya aku akan menghukumnya.”
          Malam berikutnya anak-anak Amru masuk ke tempat dimana Manat dismpan, mereka kembali melakukan apa yang mereka lakukan di malam sebelumnya. Pagi tiba, laki-laki tua ini mencari Manat dan menemukannya di tempat sampah dalam keadaan berlumur kotoran, dia mengambilnya, membasuhnya dan memberinya wewangian lalu mengembalikannya ke tempatnya.
          Anak-anak muda itu terus melakukan itu terhadap Manat setiap malam. Amru benar-benar jengkel dengan keadaan tersebut, maka sebelum tidur dia menghampiri Manat, membawa pedangnya dan menggantungkannya di pundaknya.
          Amru berkata kepadanya, “Wahai Manat, demi Allah, aku tidak mengetahui siapa yang melakukan itu terhadapmu, jika padamu terdapat kebaikan maka belalah dirimu dari keburukan ini, ini pedang bersamamu.” Kemudian Amru pergi ke tempat tidurnya.
          Begitu anak-anak muda itu yakin bahwa laki-laki tua itu telah lelap dalam tidurnya, mereka langsung mendekati berhala, mereka mengambil pedang dari pundaknya, membawanya keluar rumah, mengikatnya pada bangkai anjing pada seutas tali, lalu mereka membuangnya ke sebuah sumur milik Bani Salamah tempat permbuangan kotoran mereka.
          Laki-laki berumur ini bangun, dia tidak melihat Manat, dia keluar mencarinya, dia melihatnya tersungkur dengan kepala di bawah di sebuah sumur terikat dengan seekor bangkai anjing sementara pedang yang dia berikan kepadanya sudah tidak terlihat bersamanya, kali ini Amru tidak mengambilnya, dia meninggalkannya di tempat dia tercampakkan. Dia berkata,
Demi Allah, kalau kamu adalah tuhan yang benar niscaya Kamu tidak akan pernah terikat dengan tali bersama anjing di dalam sumur.”
          Tidak lama berslang. Amru pun masuk Islam.
Amru bin al-Jamuh meraskan manisnya iman, hal ini membuatnya menggigit jari penyesalan atas setiap saat yang dia habiskan dalam kesyirikan, dia menyambut agama barunya dengan sepenuh jiwa dan raganya. Dia berikan harta, jiwa dan anak-anaknya demi menaati Allah dan Rasullnya.
          Saat perang Uhud. Amru bin al-Jamuh melihat ketiga anaknya bersiap-siap untuk menyambut musuh-musuh Allah. Dia melihat kepada mereka, hilir mudik seperti singa hutan dalam keadaan sangat merindukan syahadah dan keberuntungan meraih ridha Allah. Pemandangan itu memicu semangatnya, maka dia bertekad untuk berangkat bersama mereka ke medan jihad di bawah panji-panji Rasulullah Saw. Namun anak-anaknya berupaya untuk mencegah tekad bapak mereka.
          Bapaknya adalah laki-laki tua, berumur lanjut, di samping itu dia adalah laki-laki pincang, Allah Ta’ala memberinya uzur di antara orang-orang yang diberi uzur. Maka anak-anaknya berkata kepadanya, “Bapak, Allah telah memberimu uzur, mengapa engkau masih memaksakan diri dari apa yang tidak Allah wajibkan atasmu.”
          Bapak mereka marah besar atas ucapan anak-anaknya, dia berangkat kepada Nabi Saw untuk mengadukan mereka, dia berkata, “Wahai Nabiyullah, anak-anakku itu ingin mencegahku untuk meraih kebaikan besar ini, mereka beralasan bahwa aku pincang. Demi Allah aku ingin menjejakkan kakiku yang pincang ini di surga.”
          Rasulullah Saw bersabda kepada anak-anaknya, “Biarkan dia, semoga Allah Swt  memberinya syahadah.”
          Anak-anaknya pun membiarkannya demi menaati perintah Rasulullah Saw.
          Di saat keberangkatannya, Amru bin al-Jamuh mengucapkan selamat tinggal kepada isterinya, seperti perpisahan orang yang pergi dan tidak akan kembali.
          Kemudian Amru menghadapkan wajahnya ke Qiblat, mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Allah, berliah aku syahadah dan jangan biarkan aku pulang dengan tangan hampa.”
          Kemudian dia berangkat diiringi oleh ketiga anaknya serta kaumnya Bani Salamah dalam jumlah besar.
          Perang pun terjadi, ia mulai memuncak, kaum muslimin tercerai-berai dari Rasulullah Saw, pada saat itu Amru bin al-Jamuh terlihat teguh di tampatnya bersama para shahabat angkatan pertama, dia tegak dengan kakinya yang sehat sambil berkata, “Aku benar-benar merindukan surga. Aku benar-benar merindukan surga.”Khallad anaknya berada di belakangnya.
          Bapak dan anak terus berperang membela Rasulullah Saw sehingga keduanya gugur sebagai syahid di medan perang, jarak kematian bapak dengan anak hanya beberapa saat saja.
          Usai perang, Rasulullah Saw memeriksa para syuhada` Uhud untuk menguburkan mereka di liang lahad, beliau bersabda kepada shahabat-shahabat beliau, “Biarkan mereka dengan darah dan luka mereka, aku akan bersaksi untuk mereka.”
          Lalu Nabi Saw bersabda, “Tidak ada seorang muslim yang terluka di jalan Allah, kecuali dia datang di hari kiamat dengan luka yang meneteskan darah, warnanya seperti za’faran dan baunya adalah bau minyak wangi misk.”
          Kemudia Nabi Saw bersabda, “Kuburkan Amru bin al-Jamuh dengan Abdullah bin Amru, keduanya saling menyintai dengan tulus di dunia.”
          Semoga Allah meridhai Amru bin al-Jamuh dan para shahabatnya dari para syuhada` Uhud dan menerangi kubur mereka.


Abu Ayyub al-Anshari


Khalid bin zaid al-Anshari
“Dikubur dibawah dinding Konstantinopel.”

          Shahabat yang mulia ini bernama Khalid bin Zaid bin khubaib dari Bani an-Najjar. Adapun kun-yahnya maka dia adalah Abu Ayyub dengan penisbatan kepada Anshar.
          Siapa diantara kita kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayyub al-Anshari?
          Allah telah meninggikan namanya di timur dan di barat, mengangkat kedudukannya di antara kaum muslimin ketika Allah Swt memilih rumahnya di antara rumah-rumah kaum muslimin  seluruhnya sebagai tempat tinggal Nabi Saw  yang mulia manakala beliau tiba di Madinah sebagai muhajir. Cukuplah hal itu sebagai sebuah kebanggaan.
          Dipilihnya oleh Rasulullah Saw rumah Abu Ayyub mempunyai kisah yang manis untuk dikenang dan nikmat untuk diulang.
          Ketika Nabi Saw tiba di Madinah, hati penduduknya menyambut beliau dengan penuh suka cita dan kemuliaan yang belum pernah diberika kepada pendatang.
          Mata mereka berbinar-binar, memancarkan cinta orang yang mencintai kepada kekasihnya.
          Mereka membuka hati untuk beliau agar pribadi beliau bersemayam di dalam lubuk hati yang paling dalam.
          Mereka membuka pintu rumah-rumah mereka dengan harapan beliau berkenan tinggal dan mendapatkan perlakuan paling mulia.
          Rasulullah Saw singgah di Quba di pinggir Madinah selama empat belas hari, selama itu beliau membangun masjid pertama yang didirikan atas ketakwaan.
          Kemudian beliau meninggalkannya dengan mengendarai unta beliau, para pemuka Yastrib pun berdiri di jalannya, setiap orang ingin meraih kemuliaan, ingin agar rumah mereka disinggahi Rasulullah Saw.
             Mereka berdiri di depan unta Nabi Saw, satu per satu , mereka berkata, “Tinggallah bersama kami wahai Rasulullah, kami mempunyai kekuatan orang, kekuatan senjata dan kesanggupan untuk melindungimu.”
          Maka Nabi Saw bersabda kepada mereka, “Biarkanlah unta ini berjalan karena dia mengikuti perintah.”
          Unta Nabi Saw terus berjalan menuju tujuan akhirnya, mata orang banyak mengikutinya, hati mereka mengelilinginya.
          Setiap unta itu melewati  sebuah rumah, pemiliknya pasti bersedih, penghuninya merasa kehilangan sesuatu, sementara pemilik rumah berikutnya berharap dengan cemas.
          Unta pun terus berjalan demikian, orang banyak berjalan mengikutinya, mereka sangat berkeinginan untuk mengetahui siapa gerangan yang berbahagia meraih karunia besar, sampai unta itu tiba di sebuah halaman kosong di depan rumah Abu Ayyub al-Anshari dan menderum di sana.
          Namun Rasulullah Saw tidak turun darinya.
          Tidak lama berselang, tiba-tiba unta itu bangkit  dan berjalan sementara Rasulullah Saw melepas tali kekangnya. Namun setelah itu ia kembali ke tempat semula dan dia menderum lagi di sana.
          Pada saat itu kebahagiaan memayungi hati Abu Ayyub  al- Anshari, dia bergegas mendekat kepada Rasulullah Saw untuk menyambutnya, membawa perlengkapan beliau di depannya, seolah-olah dia membawa harta perbendaraan seluruhnya dan membawanya ke dalam rumahnya.
          Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Abu Ayyub mengosongkan bagian atas dari semua keperluan pribadinya dan keperluan isterinya agar Rasulullah Saw tinggal di sana.
          Namun Rasulullah Saw lebih memilih tinggal di bawah, maka Abu Ayyub menuruti kemauan Nabi Saw dan membiarkan beliau sesukanya.
          Malam pun tiba, Rasulullah Saw beranjak ke tempat tidur beliau, Abu Ayyub dan isterinya naik ke lantai atas, begitu Abu Ayyub menutup pintu, dia menoleh kepada istrinya dan berkata, “Celaka kita, apa yang kita lakukan? Pantaskah Rasulullah Saw di bawah sedangkan kita di atas? Apakah kita patut berjalan di atas Rasulullah Saw? Apakh kita berada di antara Nabi Saw dengan Wahyu? Kalau begini niscaya kita binasa.”
          Suami isteri itu terdiam kebingugan, keduanya tak tahu harus berbuat apa.
          Keduanya bisa sedikit lega manakala keduanya menepi ke sisi lain di mana Rasulullah Saw tidak berada di bawahnya, mereka berdua tetap di tempat itu tidak meninggalkannya kecuali dalam keadaan berjalan di pinggir  menjahui bagian tengah.
          Pagi tiba Abu Ayyub berkata kepada Nabi Saw, “Demi Allah ya Rasulullah, semalam kami tidak bisa tidur, tidak saya dan tidak pula Ummu Ayyub.”
          Nabi Saw pun bertanya, “Kenapa?”
          Abu Ayyub berkata, “Aku teringat bahwa aku berada di atas rumah di mana engkau berada di bawahnya, jika aku bergerak maka debu-debu akan berhamburan menimpamu, di samping itu aku berada di antara dirimu dengan wahyu.”
          Maka Nabi Saw bersabda, “Jangan pikirkan wahai Abu Ayyub, lebih muda bagiku kalau aku di bawah, karena banyak orang-orang yang hendak menemuiku.”
          Abu Ayyub berkata, aku menuruti perintah Rasulullah Saw, namu disuatu malam yang dingin, sebuah gentong air kami pecah, air berceceran di lantai atas, maka aku dan Ummu Ayyub mengambil selembar kain yang selama ini kami gunakan sebagai selimut, kami tidak memiliki selainnya, kami berusaha mengelap dan mengeringkan air dengan kain itu, kami khawatir ia akan menetes kepada Rasulullah Saw.
          Di pagi hari aku menemui Rasulullah Saw dan aku berkata kepada beliau, “Aku korbankan bapak dan ibukku demi dirimu ya Rasulullah, aku tetap tidak suka berada di atasmu dan engkau berada di bawahku.”
          Kemudian aku menceritakan berita gentong yang pecah, maka beliau menyanggupi dan beiau naik ke atas, aku dan Ummu Ayyub turun ke bawah.
           Nabi Saw tinggal di rumah Abu Ayyub selama kurang lebih tujuh bulan sampaim rampungnya pembangunan masjid di tanah kosong di mana unta Nabi Saw berhenti di sana. Beliau pindah ke kamar-kamarn yang di bangun di sekitar masjid untuk beliau dan ister-isteri beliau, Nabi Saw tetap menjadi tetangga bagi Abu Ayyub. Dua orang mulia yang saling bertetangga.
          Abu Ayyub menyintai Rasulullah Saw sepenuh cinta yang telah meresap ke dalam akal dan hatinya.Rasulullah Saw juga menyintai Abu Ayyub dengan cinta yang mengangkat sekat di antara beliau dengannya sehingga beliau melihat keluarga Abu Ayyub seperti keluarganya sendiri.
          Ibnu Abbas berkisah, dia berkata,
          Abu Bakar keluarke Masjid di suatu siang, Umar melihatnya, dia berkata, “Wahai Abu Bakar, apa yang membuatmu keluar di saat-saat seperti ini?”
          Abu Bakar menjawab, “Yang membuatku keluar tidak lain kecuali rasa lapar yang melilit perutku.”
           Umar berkata, “Sama dengan diriku, aku juga tidak keluar kecuali karena rasa lapar yang berat.”
          Ketika keduanya dalam keadaan demikian, Nabi Saw keluar dan bertemu dengan mereka berdua, Nabi Saw bertanya, “Apa yang membuat kalian keluar di saat-saat seperti ini?”
          Keduanya menjawab, “Demi Allah, yang membuat kami keluar tidak lain kecuali rasa lapar berat yang mendera perut kami.”
          Maka Nabi Saw bersabda, “Aku demi dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak keluar kecuali karena itu pula. Bangkitlah bersamaku.
          Maka mereka berangkat dan mendatangi Abu Ayyub al-Ansahri. Abu Ayyu sendiri selalu menyimpan makanan untuk Rasulullah Saw. Jika Rasulullah Saw tidak datang kepadanya maka dia akan memberikannya kepada keluarganya.
          Manakala mereka medekati pintu, Ummu Ayyub menyambut mereka. Dia berkata, “Selamat datang kepada Nabi Saw dan orang-orang yang bersamanya.”
          Maka Nabi Saw bertanya, “Di mana Abu Ayyub?”
          Abu Ayyub yang sedang bekerja di kebun yang tidak jauh dari rumah mendengar suara Rasulullah Saw, maka dia bergegas datang dan berkata, “Selamat datang kepada Rasulullah Saw dan orang-orang yang bersamanya.” Kemudian Abu Ayyub menambahkan,
          Wahai Nabiyullah, ini bukan waktu di mana engkau biasa datang.”
          Nabi Saw menjawab, “Kamu benar.”
          Lalu Abu Ayyub pergi ke sebuah pohon kurma dan memotong salah satu janjang yang berisikan kurma segar, yang sudah matang dan kurma setengah matang (yang sudah enak dimakan).
          Nabi Saw bersabda, “Aku tidak ingin kamu memotongnya, mengapa kamu tidak memetik buahnya saja.”
          Abu Ayyub menjawab, “Ya Rasulullah, aku ingin engkau memakan buahnya, kurma segar yang sudah matang dan kurma setengah matang (yang sudah enak dimakan). Aku juga akan menyembelih kambing untukmu.”
          Nabi Saw bersabda, “Jangan menyembelih hewan perahan.”
          Maka Abu Ayyub pun menyembelih kambing muda dan dia berkata kepada istrinya, “Buatlah adonan dan roti untuk tamu kita. Kamu lebih tahu bagaimana membuatnya”. Abu Ayyub sendiri mengambil setengah dari kambing yang disembelihnya untuk kemudian memasaknya dan setengahnya lagi dia panggang. Manakala makanan sudah matang, dihidangkan di hadapan Nabi Saw dan kedua shahabatnya. Nabi Saw mengambil sepotong daging dan meletakkannya di atas sepotong roti, beliau bersabda, “Wahai Abu Ayyub, berikanlah ini dengan segera kepada Fatimah, karena dia tidak pernah makan seperti ini beberapa hari lamanya.”
          Lalu mereka makan sampai kenyang. Nabi Saw bersabda, “Roti, daging,kurma, kurma segar dan kurma setengah matang.”
          Tiba-tiba ledua mata Nabi Saw meneteskan air mata, kemudian beliau bersabda:
“Demi dzat yang jiwaku ada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah kenikmatan dimana kalian akan ditanya tentangnya di hari Kiamat. Jika kalian mendapatkan seperti ini lalu kalian hendak menyantapnya maka ucapkanlah, “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Jika kalian sudah kenyang maka ucapkanlah, “Segala puji bagi Allah yang telah membuat kami kenyang dan memberikan nikmat dengan berlimpah.”
          Kemudian Nabi Saw bangkit dan berkata kepada Abu Ayyub , “Datanglah kepada kami besok.”
          Nabi Saw tidak pernah diberi sebuah kebaikan oleh seseorang kecuali beliau ingin membalasnya. Namun Abu Ayyub tidak mendengar sabda Nabi Saw tersebut, maka Umar berkata kepadanya, “Nabi Saw memintamu untuk hadir kepada beliau besok wahai Abu Ayyub.”
          Maka Abu Ayyub berkata, “Aku mendengar dan menaati undangan Rasulullah Saw.
          Besoknya Abu Ayyub datang kepada Nabi Saw, maka Nabi Saw memberinya seorang hamba sahaya kecila yang biasa membantu beliau. Nabi Saw bersabda kepadanya, “Berbaik-baiklah kepadanya wahai Abu Ayyub, kami tidak melihat darinya kecuali kebaikan selama dia bersama kami.”
          Abu Ayyub pulang ke rumah dengan membawa seorang hamba sahaya. Manakala Ummu Ayyub melihatnya dia bertanya, “Milik siapa dia wahai Abu Ayyu?”
          Abu Ayyub menjawab, “Milik kita, hadiah dari Rasulullah Saw kepada kita.”
          Isterinya berkata, “Hadiah yang sangat berharga dan pemberian yang sangat mulia.
          Abu Ayyub berkata, “Nabi Saw memintaku untuk berbuat baik kepadanya.”
          Ummu Ayyub bertanya, “Apa yang akan kamu lakukan sehingga kamu bisa melaksanakan permintaan Nabi Saw tersebut?”
          Abu Ayyub menjawab, “Demi Allah, tidak ada cara yang lebih baik untuk melaksanakan wasiat Rasulullah Saw selain memerdekakannya.”
          Umma Ayyub berkata, “Kamu telah dibimbing kepada kebenaran, kamu telah diberi taufiq.” Kemudian Abu Ayyub memerdekakannya.
          Ini sebagian dari kehidupan Abu Ayyub al-Anshari dalam kesehariannya. Kalau anda mempunyai kesempatan untuk melihat sebagian kehidupannya di medan perang niscaya Anda akan melihat keajaiban.
          Dia tidak pernah tertinggal dalam satu peperangan pun sejak zamanRasulullah Saw sampai zaman Mu’awiyah kecuali jika dia mempunyai kesibukan yang lainnya (yang syar’i harus didahulukan).
          Perang terakhir yang diikuti oleh Abu Ayyub adalah ketika Mu’awiyah menyiapkan bala tentara dengan komando putranya Yazid untuk menaklukan Konstatinopel. Pada saat itu Abu Ayyub sudah menjadi seorang laki-laki tua berumur lanjut, usianya mendekati delapan puluh. Namun hal itu bukan penghalang baginya untuk bergabung di bawah panji-panji Yazid dan meretas ombak lautan sebagai seorang mujahid di jalan Allah.
          Namun tidak lama berselang setelah peperangan dimulai, Abu Ayyub sakit yang membuatnya tidak kuasa untuk meneruskan peperangan. Yazid datang kepadanya untuk menjenguknya. Yazid bertanya, “Apakah engkau mempunyai suatu permintaan wahai Abu Ayyub?”
          Abu Ayyub menjawab, “Sampaikan salamku kepada bala tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka, ‘Abu Ayyub mewasiatkan kepada kalian agar kalian masuk ke bumi musuh sejauh mungkin, membawa jasadnya bersama mereka lalu menguburkannya di bawah telapak kaki kalian di pagar kota Konstatinopel.”
          Lalu dia menghembuskan nafas terakhirnya.
          Bala tentara kaum muslimin melakukan permintaan Abu Ayyub seorang shahabat Rasulullah Saw, mereka menyerang pasukan musuh berkali-kali sampai mereka tiba di benteng kota Konstatinopel dalam keadaan membawa jasad Abu Ayyub.
          Di sana mereka menggali dan menguburkannya.
          Semoga Allah merahmati Abu Ayyub al-Anshari, dia menolak kecuali wafat di atas punggung kuda yang kuat sebagai seorang mujahid di jalan Allah dalam usia mendekati delapan puluh tahun.